Mengenal Ustad Felix Siauw Atau Siauw Chen Kwok
Mengenal Ustad Felix Siauw Atau Siauw Chen Kwok - Ustad felix siauw, gres - bari ini menjadi buah bibir dan jadi perbincangan masyarakat di indonesia. Bagaimana tidak, udah pinter, santun bicaranya, baik budi bahasanya dan yang terpenting mengerti apa yang dia ucapkan.
Dalam sebuah diskusi yang disiarkan eksklusif oleh tvone, dia dijejerkan bersama narasumber lainnya dan al hasil beliaulah dalam pengamatan saya yang menyadarkan umat islam khususnya dan masyarakat indonesia pada umumnya bahwa sulutan media ketika ini menjadi bahaya terbesar bagi persatuan NKRI. Nah bagi kita yang belum mengenal siapa itu ustad felix siauw. berikut biodata dan biografi lengkap beliau.
Nama aslinya Siauw Chen Kwok. Itu pemberian orang tuanya. Wajahnya tampak sumringah. Enteng senyum. Bersih dan memang lezat dipandang. Meski dari kelurga kaya, tapi tetap sederhana. Apa adanya. Gurat kebandelan memang ada. Tapi sirna oleh kebaikannya ketika ini.
Dengan latar berkecukupan semasa SMA, Felix suka pamer barang pemberian orang tuanya. Dia hidup layaknya anak muda kota besar lainnya. Ada motor dan kendaraan beroda empat mewah. Pendeknya penuh gaya. Terkadang nakal standar.
Kuliah di institusi bergengsi, IPB. Ini indikasi kecerdasan. Betapa perlu menyisihkan 100 orang lainnya untuk mendapat satu dingklik di perguruan tinggi negeri prestisius Indonesia. Bukan dengan sikut, tapi dengan kemampuan potensi akademik. Dan dia bisa.
Selepas IPB, Felix muda mulai mengejutkan dunia pencinta ilmu. Iya..., majelis ilmu. Lucu, sarjana IPB tapi ngajari ilmu agama. Itu hanya soal pilihan. Ini perubahan drastis bagi hidupnya. Hanya dia yang bisa merasakan.
Lingkungan mahasiswa menjadi titik awal dia kenal dengan Islam. Dia menekuni, dia kagum, dia terpanggl. Dan akibatnya bersaksi. Dia menjadi muallaf. Menundukkan hati pada ketentuan.
Batin Felix mulai tersiram oleh rintik-rintik hidayah. Sejuk dan nyaman. Memupus seluruh keangkuhan yang pernah diperagakan. Dia bukan lagi Felix ketika SMA. Dia menjadi sosok idola. Paling tidak di kalangan usrah, kala itu.
Orang tuanya resah dengan anaknya. Dulu badung kini kalem, lembut dan santun. Apa gerangan...? Ah, dunia mahasiswa, mengikis sifat-sifat masa lalunya.
Mereka gembira putra kesayangannya sudah menjadi anak baik. Nggak neko-neko mirip dulu. Sangat penurut.
Meski mulanya keberatan, kedua orang tuanya akibatnya pasrah. Itu pilihan. Anaknya bukan lagi anak kemarin sore. Dia lebih tahu pilihannya sendiri. Tiap orang punya pilihan masing-masing. Dia, Felix, telah memilih pilihannya.
Hari ini dia menjadi inspirasi. Nggak nyana ilmu agamanya juga tinggi. Keberuntungannya alasannya dia aslinya cerdas.
Mudah mencerna, praktis belajar. Ngomong berisi, selalu ada dasar dan data. Ini ciri intelektualitas. Bukan menebar karangan sesukanya. Asal njeblak. Yang penting nekad. Berani malu. Itu bukan dia banget.
Felix bukan ustadz sinetron. Dia menguasai agama untuk dakwah. Bukan lain-lain. Apalagi untuk cari uang dan popularitas. Kedua orang tuanya mendukung penuh putranya. Fasilitas dilengkapi. Mobil bergengsi dan pinjaman lainnya pun cukup.
Felix bermain lepas. Ibarat pemain bola ia selalu tampil lugas. Dakwah alasannya kewajiban. Ada bonus pahala jikalau tulus. Sesekali dia menyelia perusahaan. Itu bab dari sejarah keluarga besarnya.
Kebusukan sering mengusik langkahnya. Tapi dia tenang. Tidak ada reaksi. Niat saja sudah bonus. Apalagi mengerjakannya. Simpati terus mengalir padanya.
Akun medsos miliknya banjir follower. Jumlahnya fantastis. Tapi dia tak mengaku-aku sebagai penggiat sosial. Bukan itu yang substansi. Rasanya ingin berterima kasih kepada sekelompok orang yang sering mengusirnya.
Nabi pun pernah mencicipi perbuatan keji insan dengki. Jauh lebih berat ketimbang yang dihadapinya. Makanya dia tenang. Karena dia bukan sapa-siapa. Ulama bukan; Nabi juga apalagi. Jauh....
ILC 2 Desember 2017 jadi ajang orang menyaksikan kapasitasnya. Bukan harapan Felix, dia hanya diundang.
Kebanyakan bersimpulan sama: dia berkualitas. Beda dengan yang ecek-ecek.
Ada yang suka nulis di medsos, sulit bernafas waktu bicara di tv. Itu grogi. Tak memenuhi hasrat. Bukan kelasnya. Bukan habitatnya. Beda kasta. Pak Karni keliru mengundangnya. Dia terkecoh.
Tak puas di tv, muncul klaim soal "kebenaran" di twitter, bukan oleh nitizen, dan bukan jumlah follower. Ukuran kebenaran sumir baginya. Banyak nitizen yang terkekeh-kekeh. Jika satu ngaku nulis paling benar; yang lainnya pastilah gudang kesalahan. Begitukah...?
Mudah-mudahan daerah kuliahnya dulu prestisius. Tambah IPK moncreng. Jika tidak, kurangi ngarang. Banyakin belajar. Belajar komunikasi biar lancar tanpa ngos-ngosan. Kasian, orang muda bicara dengan nafas tersengal-sengal. Di teve lagi. Disaksikan orang banyak.
Beruntung bagi yang pernah melihat Felix berceramah secara langsung. Setiap ucapannya berisi. Ungkapan dan tamsil juga ilustratif, gamblang. Pakai bahasa sederhana. Kaprikornus praktis diterima. Tidak ada karang mengarang. Semua pakai dalil.
Itulah Ustad Felix... Dia menyerupai fajar. Terbit dan berharap akan terus menyinari. Dia Indonesia, dia NKRI. Bahasanya yang mengalir, pertanda, itulah bahasa ibunya sehari-hari. Tanpa celat. Bebas dari kata-kata tak sedap. Karena dia insan berbudaya. Karena dia benar-benar Indonesia...*.